Bahasa Jawa Dialek Banten

Posted by


Bahasa Jawa Dialek Banten



KATA PENGANTAR
Bahasa menjadi suatu ujung tombak dari komunikasi, penguasaan bahasa sangat penting bagi terjalinya suatu komunikasi yang sehat. Indonesia memiliki keberanekaragaman budaya dan bahasa, setiap wilayah memiliki ke khasan yang berbeda. Terutama bahasa di dalam satu wadah kepulauan, dipulau Jawa banyak sekali perbedaan bahasa. Perbedaan bahasa bertumpu pada arti suatu kata atau kalimat dan struktur lebahasaan. Dari penelitian ini meneliti struktur bahasa Jawa Dialek Banten lor/Jaseng (Jawa Serang) untuk mendekonstruksi unsur-unsur bahasa.


I.PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa senantiasa mengalami perkembangan. Demikian pula bahasa Jawa, juga mengalami perkembangan. Dari bahasa Jawa Kuno berkembang menjadi bahasa Jawa Tengahan, dan kemudian lagi menjadi bahasa Jawa Baru perubahan itu dapat terjadi pada struktur, kosakata, dan juga pada maknanya (Sumarlam, 2005:9). Bahasa Jawa di gunakan di wilayah Indonesia, terutama di Jawa Tenggah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sebagian daerah di Jawa Barat (Banten),  Maupun di luar negri seperti Suriname. 

Bahasa Jawa yang digunakan di beberapa daerah itu memiliki perbedaan baik dalam segi leksikal, fonologi, morfologi, maupun semantik. Adanya perbedaan-perbedaan itu dipengaruhi oleh; 
  1. Keadaan alam, misalnya mempengaruhi ruang gerak penduduk setempat, baik mempermudah maupun mengurangi penduduk berkomunikasi dengan dunia luar.
  2. Adanya batasanbatas politik yang menjadi jembatan terjadinya pertukaran budaya, yang menjadi salah satu sarana terjadinya pertukaran bahasa. 
  3. Adanya keungulan dan hubungan bahasa-bahasa yang terbawa ketika terjadi perpindahan penduduk, penyebaran atau bahsa yang bertetangga, sehingga masuklah anasir-anasir kosakata, strukture, dan cara pengucapan atau lafal. 
Banten sebagaimana nama suatu wilayah sudah dikenal dan diperkenalkan sejak abad ke 14. Mula-mula Banten merupakan pelabuhan yang sangat ramai disinggahi kapal dan dikunjungi pedagang dari berbagai wilayah hingga orang Eropa yang kemudian menjajah bangsa ini. Pada tahun 1330 orang sudah menganal sebuah negara yang saat itu disebut Banten, yang kemudian wilayah ini dikuasai oleh Majapahit di bawah Mahapatih Gajah Mada dan Raja Hayam Wuruk.

Terjadi perebutan kekuasaan setelah Maulana Yusuf wafat (1570). Pangeran Jepara merasa berkuasa atas Kerajaan Banten daripada anak Maulana Yusuf yang bernama Maulana Muhammad karena Maulana Muhammad masih terlalu muda. Akhirnya Kerajaan Jepara menyerang Kerajaan Banten. Perang ini dimenangkan oleh Kerajaan Banten karena dibantu oleh para ulama.

Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Abu Fatah Abdulfatah atau lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. Saat itu Pelabuhan Banten telah menjadi pelabuhan internasional sehingga perekonomian Banten maju pesat. Sultan Ageng Tirtayasa lahir tahun 1631, adalah putra Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad yang menjadi Sultan Banten periode 1640-1650. 

Ketika kecil, ia bergelar Pangeran Surya. Ketika ayahnya wafat, ia diangkat menjadi Sultan Muda yang bergelar Pangeran Ratu atau Pangeran Dipati. Setelah kakeknya meninggal dunia, ia diangkat sebagai sultan dengan gelar Sultan Abdul Fathi Abdul Fattah. Nama Sultan Ageng Tirtayasa berasal ketika ia mendirikan keraton baru di dusun Tirtayasa (terletak di Kabupaten Serang).

Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa di Kesultanan Banten pada periode 1651 - 1682. Ia memimpin banyak perlawanan terhadap Belanda. Masa itu, VOC menerapkan perjanjian monopoli perdagangan yang merugikan Kesultanan Banten. Kemudian Tirtayasa menolak perjanjian ini dan menjadikan Banten sebagai pelabuhan terbuka.
Saat itu, Sultan Ageng Tirtayasa ingin mewujudkan Banten sebagai kerajaan Islam terbesar. Di bidang ekonomi, Tirtayasa berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan membuka sawah-sawah baru dan mengembangkan irigasi. Di bidang keagamaan, ia mengangkat Syekh Yusuf sebagai mufti kerajaan dan penasehat sultan.

Ketika terjadi sengketa antara kedua putranya, Sultan Haji dan Pangeran Purbaya, Belanda ikut campur dengan bersekutu dengan Sultan Haji untuk menyingkirkan Sultan Ageng Tirtayasa. Saat Tirtayasa mengepung pasukan Sultan Haji di Sorosowan (Banten), Belanda membantu Sultan Haji dengan mengirim pasukan yang dipimpin oleh Kapten Tack dan de Saint Martin. Dari sejarah tersebut sangat dimungkinkan salah satu bahasa di daerah Banten adalah bahasa Jawa, misalnya
Ora barang patek adoh  kita
‘Tidak juga agak jauh kita’
Dari contoh tersebut dimungkinkan bahasa Jawa Banten lormasih banyak digunakan. Sehingga penelitian ini akan mengungkab bagaimana bentuk bahasa Jawa dialek banten lor.

B. Perumusan Masalah
Masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana variasi unrur-unsur bahsa Jawa dialek Banten, baik secara (1) fonologi, (2) morfologi, (3) strukture frasa, (4) strukture klausa, dan (5) strukture kalimat. 
2. Seberapa besar perkembangan cakupan wilayah pengguna bahasa Jawa dialek Banten.

C. Tujuan
Tujuan ahli bahasa adalah untuk mempelajari selengkap mungkin tentang segala sesuatu yang sistematis dalam pemakaian bahasa (Uhlenbeck, 1982:15). Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

  1. Mendeskripsikan perkembanan struktur bahasa Jawa dialek Banten, baik secara fonologi, morfologi, struktur frasa, struktur, klausa, dan struktur kalimat.
  2. Mengetahui cakupan wilayah pemakain bahasa Jawa dialek Banten berupa gambar pemetan bahasa.
D. Luaran yang diharapkan
Tujuan ahli bahasa adalah untuk mempelajari selengkap mungkin tentang segala sesuatu yang sistematis dalam pemakaian bahasa (Uhlenbeck, 1982:15).Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1.Perkembanan struktur bahasa Jawa dialek Banten, baik secara fonologi, morfologi, struktur frasa, struktur, klausa, dan struktur kalimat memiliki kekhasan pada setiap wilayah dapat memetakan.
2. wilayah pemakain bahasa Jawa dialek Banten berupa gambar pemetan bahasa.
3. Sebagai reverensi untuk pendidikan bahasa daerah serang.
E. Kegunaan
Manfaat yang diperoleh dari suatu penelitian menggambarkan nilai dan kualitas penelitian. Adapaun manfaat penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis, maupun secara praktis.
1.   Manfaat Teoretis
Secara teoritis, penelitian ini dapat memberikan tambahan teori dialek bahasa Jawa.
2.   Manfaat Praktis
a. Sebagai bahan acuan  peneliti dialek berikutnya.
b. Sebagai pengantar untuk mengenal bahasa Jawa dialek Banten.

II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Dialek
Dialek adalah variasi daripada sesuatu bahasa tertentu dan dituturkan oleh sekumpulan masyarakat bahasa tersebut (www.wikipedia.org). Dialektologi adalah kajian tentang variasi bahasa (Sumarsono, 2004:9). Dialektologi disebut juga dengan linguistik geografis. 
2. Peta Dialek
Gambaran umum mengenai sejumlah dialek akan tampak jelas apabila semua gejala kebahasaan yang ditampilkan dari semua bahan yang terkumpul itu dipetakan. Kedudukan dan peranan peta bahasa di dalam kajian geografi merupakan suatu hal yang secara mutlak diperlukan (Ayatrohaedi, 1983:31).
a. Kedudukan peta dalam dialektologi
Sesuai dengan objek kajianya yang berupa berbedaan unsur kabahasan karena faktor spesial (geografis), maka peta bahasa dalam dialektologi memiliki peran yang cukup penting . peran itu dikaitkan dengan memvisualisaikan data lapangan ke dalam bentuk peta agar data itu tergambar dalam perspektif geografis dan memvisualisasikan pernyataan-pernyataan umum yang dihasilkan berdasarkan distribusi geografis perbedaan unsur kebahasaan.

b. Jenis peta bahasa dan cara pemtaannya
Adadua jenis peta yang digunakan dalam dialektologi, yaitu peta peragaan (display map) dan peta penafsiran (interpretatif map) (Chamber, dan Trudgill, 1980:29).
1).  Peta peragaan (display map)
Peta peragaan merupakan peta yang berisi tabulasi data lapangan dengan maksud agar data-data itu tergambar dalam prespektif yang bersifat geografis. 
2).  Peta penafsiran (interpretatif map)
Peta penafsiran merupakan peta yang memuat akumulasi pernyataan-pernyataan umum tentang distribusi perbedaan-perbedaan unsur linguistik yang dihasilkan berdasarkan peta peragaan.

3. Sosiolinguistik
Pengertian sosiolinguistik dari berbagai pakar bahasa tidak jauh berbeda, di antaranya adalah menurut Abdul Chaer: sosiolinguistik merupakan cabang ilmu linguitik yang bersifat interdisipliner dengan ilmu sosiologi, dengan objek penelitian hubungan antara bahasa dengan faktor sosial di dalam masyarakat tutur (Abdul Chaer, 2004:4). Menurut Kridalaksana, sosiolingusistik merupakan ilmu yang mempelajari ciri bahasa, beberapa variasi bahasa  dan hubungan antara penguna bahasa dengan ciri fungsi variasi bahasa dalam suatu masyarakat tutur (Kridalaksana, dalam Abdul Chaer 2004:3 197). Sosiolinguistik menurut pendapat lain merupakan kajian interdisipliner yang mempelajari pengaruh budaya terhadap cara suatu bahasa digunakan. Dalam hal ini bahasa berhubungan erat dengan masyarakat suatu wilayah sebagai subyek atau pelaku berbahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi antara kelompok yang satu dengan yang lain.

4. Dekontruksi Bahasa
Dejonstuksi adalah metode pembacaan teks, dengan dekonstruksi ini ditujikan bahwa setiap teks selalu hadir angapan yang absout. Padahal setiap angapan selalu hadir dalam kontektual sosial yang mempengaruhi. Maksudnya, anggapan-anggapan tersebut tidak mengacu pada makna final. angapan angapan tersebut tidak mengacu pada makna final. Anggapan tersebut hadir sebagai jejak (Trace) yang bisa dirunut pembentukan dalam sejarah, tetapi, manusia seringkali melepaskan teks konteksnya. 

5. Propinsi Banten
Dinas Pariwisata Propinsi Jawa Barat menyebutkan wilayah Banten meliputi kabupaten Serang, Pandegelang Lebak, dan Tangerang. Kabupaten Serang terbagi menjadi 7 kawedanan, secara berurutan adalah Kawedanan Cilegon, Anyar, Serang, Pontang, Ciruas, Ciomas, dan Pamarayan. Ketuju kawedanan tersebut menjadi 26 kecamatan yaitu seperti dibawah ini.
1) Kawedanan Cilegon(1) Cilegon
(2) Bojonegara
(3) Pulo Merak
2) Kawedanan Anyer:(4) Anyar
(5) Mancak
(6) Cinagka
3) Kawedanan Serang:(7) Serang
(8) Taktakan
(9) Kasemen
(10) Kramat Watu
(11) Weringin Kurung
4) Kawedanan Pontang:(12) Pontang
(13) Tritayasa
(14) Carenang
5) Kawedanan Ciruas:(15) Ciruas
(16) walantaka
(17) Cikande
(18) Kragilan
6) Kawedanan Ciomas:(19) Ciomas
(20) Padarincing
(21) Pabuaran
(22) Baros
7) Kawedanan Pamarayan:(23) Pamarayan
(24) Cikeusal
(25) Perir
(26) Kopo
Wilayah pemakaian bahasa Jawa Banten meliputi 5 Kawedanan yang pertama (18 Kecamatan). Kedua kawedanan terakhir, yaitu Ciomas pan Pamasaran (8 kecamatan) merupakan wilayah pemakaian bahasa Sunda. Kedua kawedanan tersebut berada di pedalaman, yaitu berbatasan dengan kabupaten lebak dan pandegelang.
6. Fonologi
Fonologi mengacu pada sistem bunyi bahasa. Fonologi merupakan  bidang bahasa dalam linguistic yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya (fonemik) (Kamus Linguistic:2001). Misalnya dalam bahasa Inggris, ada gugus konsonan yang secara alami sulit diucapkan oleh penutur asli bahasa Inggris karena tidak sesuai dengan sistem fonologis bahasa Inggris, namun gugus konsonan tersebut mungkin dapat dengan mudah diucapkan oleh penutur asli bahasa lain yang sistem fonologisnya terdapat gugus konsonan tersebut.
7. Morfologi
Morfologi merupakan suatu satuan bahasa yang terkecil yang mempunyai makna relative stabil dan yang tidak dapat dibagi maknanya lebih kecil (Kamus Linguistik: 2001). Sebagai perbandingan sederhana, seorang ahli farmasi (atau kimia?) perlu memahami zat apa yang dapat bercampur dengan suatu zat tertentu untuk menghasilkan obat flu yang efektif; sama halnya seorang ahli linguistik bahasa Inggris perlu memahami imbuhan apa yang dapat direkatkan dengan suatu kata tertentu untuk menghasilkan kata yang benar. Misalnya akhiran (en) dapat direkatkan dengan kata sifat dark untuk membentuk kata kerja darken, namun akhiran (en) tidak dapat direkatkan dengan kata sifat green untuk membentuk kata kerja. Alasannya tentu hanya dapat dijelaskan oleh ahli bahasa, sedangkan pengguna bahasa boleh saja langsung menggunakan kata tersebut.
8. Sintaksis
Analisis sintaksis mengacu pada analisis frasa, klausas dan kalimat. Salah satu kemaknawiannya adalah perannya dalam perumusan peraturan perundang-undangan. Beberapa teori analisis sintaksis dapat  menunjukkan apakah suatu kalimat atau frasa dalam suatu peraturan perundang-undangan bersifat ambigu (bermakna ganda) atau tidak. Jika bermakna ganda, tentunya perlu ada penyesuaian tertentu sehingga peraturan perundang-undangan tersebut tidak disalahartikan baik secara sengaja maupun tidak sengaja.
9. Semantik
Semantik (Bahasa Yunani: semantikos, memberikan tanda, penting, dari kata sema, tanda) adalah cabang linguistik yang mempelajari makna yang terkandung pada suatu bahasa, kode, atau jenis representasi lain. Semantik biasanya dikontraskan dengan dua aspek lain dari ekspresi makna: sintaksis, pembentukan simbol kompleks dari simbol yang lebih sederhana, serta pragmatika, penggunaan praktis simbol oleh agen atau komunitas pada suatu kondisi atau konteks tertentu (Kamus Linguistik: 2001
III. METODE PENDEKATAN
Pembicaraan mengenai metode penelitian dalam dialektologi maupun sosiolinguistik (Sosiodialek) dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu : (a) tahap penyediaan data, (b) tahap analisis data, (c) tahap penyajian hasil analisis (Sudaryanto, 1993:7). Peleksanaan tahapan-tahapan tersebut memiliki metode-metode tersendiri yang berbeda satu sama lain.
Metode penelitian merupakan alat, prosedur dan teknik yang dipilih dalam meleksanakan penelitian. Metode adalah cara untuk mengamati atau menganalisis suatu fenomena, sedangkan metode mencakup kesatuan dan serangkaian proses penentuan kerangka pikiran, perumusan masalah, penentuan sampel data, teknik pengumpulan data, dan analisis data (Edi Subroto, 1992:31). Metode penelitian di sini dimaksudkan sebagai cara kerja dalam penelitian ini.

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Ditegaskan oleh Edi Subroto bahwa penelitian kualitatif  terutama yang dipakai untuk meneliti ilmu-ilmu sosial atau humaniora (1992: 7). Maksud dari penelitian ini adalah mendeskripsikan dan menjelaskan fenomena yang muncul tanpa menggunakan hipotesis dan data dianalisis serta hasilnya berbentuk deskriptif, fenomena yang tidak berupa angka atau koefisien tentang hubungan antara variabel (Aminuddin, 1990: 6). Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan berbentuk kata-kata bukan angka.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang diambil merupakan wilayah kabupaten Serang, Propinsi Banten yang memakai bahasa Jawa dialek Banten. Titik lokasi pengamatan tersebut diambil 5 kawedanan (Cilegon, Anyar, Serang, Pontang, dan Cirius), dengan 8 titik pengamatan yang di bagi secara kondisional.

3. Data dan Sumber Data

a.  Data
Data adalah bahan penelitian (Sudaryanto, 1990: 6). Data dalam penelitian ini berupa data lesan. Data lesan sebagai data primer, data lisan dalam penelitian ini berupa tuturan bahasa Jawa dialek Banten.
b.  Sumber data
Sumber data dalam penelitian ini berasal dari informan yang telah memenuhi kriteria yang ditetapkan. Adapun kriteria informan sebagai berikut : penutur bahasa Jawa, penduduk asli daerah setempat, berusia 21-70 tahun yang memahami, menguasai bahasa, memiliki alat dengar masih normal dan alat ucap yang lengkap, sehat jasmani dan rohani, bersedia menjadi informan dan mempunyia waktu cukup untuk diwawancari.

4. Populasi dan Sampel

a.  Populasi
Populasi adalah objek penelitian. Populasi pada umumnya ialah keseluruhan individu dari segi-segi tertentu bahasa (Subroto, 1992:32). Populasi penelitian ini adalah seluruh bahasa Jawa dialek Banten.
b.  Sempel
Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang dijadikan objek penelitian langsung, yang mewakili atau dianggap mewakili populasi secara keseluruhan (Subroto, 1992:32). Semple dalam penelitian ini menggunakan teknikproporsive sampling, yaitu untuk memperoleh data sesuai dengan kebutuhan dalam penelitian ini. Ada pun semple dalam penelitian ini adalah penutur bahasa Jawa dialek Banten meliputi 8 titik pengamatan yang mencakup 8 kecamatan (Cilegon, Pulo Merak, Anyar, Serang, Kramat Watu, Pontang, Ciruas, dan Kragilan) yang terdapat pada sumber data.

5. AlatPenelitian

Alat penelitian meliputi alat utama dan alat bantu.Alat utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Adapun alat bantu dalam penelitian terdiri dari bolpoint, buku catatan, sedangkan alat bantu elektronik berupa komputer, flashdisk, dan MP4 sebagai alat perekam.

6. Metode Tehnik Pengumpulan Data

Metode merupakan cara mendekati, menganalisis, dan menjelaskan suatu fenomena  (Harimurti Kridalaksana, 2001: 136). Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik dasar dan teknik lanjutan.
1. Teknik Dasar
Teknik Simak yaitu menyimak penggunaan bahasa dari objek penelitian. Teknik ini dipakai untuk mendapatkan data dari informan secara spontan dan wajar. Dari teknik dasar, kemudian dilanjutkan dengan teknik Lanjutan.
2. Teknik Lanjutannya
Teknik lanjutan yaitu: (1) teknik rekam yaitu merekam pemakaian bahasa lesan yang bersifat spontan, (2) teknik catat yaitu memperoleh data dengan mencatat data kebahasaan atau istilah-istilah yang relevan sesuai dengan sasaran dan tujuan penelitian.

7. Metode dan Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian unsur-unsur relik(kuno) bahasa Jawa Purbalingga meliputi : (1) Penentuan fonologi, morfologi, struktur frasa, struktur klausa, dan struktur kalimat,(2) pemetaan satuan lingual berdasarkan titik pengamatan yang menjadi sasaran penelitian. Metode yang dapat digunakan dalam upaya menemukan kaidah dalam tahap analisis data ada dua, yaitu metode padan dan metode agih.
a.Metode padan alat penentunya unsur di luar bahasa/ sesuatu yang ditunjuk bahasa (referent), alat ucap pembentuk bunyi bahasa, bahasa lain, dan lawan bicara yang disesuaikan dengan kebutuhan. Metode ini digunakan untuk menganalisis persamaan dan perbedaan unsur dialektal, tekniknya berupa hubung banding mempersamakan (HBS) dan hubung banding membedakan (HBB).
a.Metode agih alat penentunya bahasa itu sendiri dengan teknik dasar berupa (1) teknik urai unsur langsung, (2) teknik urai unsur terkecil, (3) teknik oposisi pasangan minimal dan teknik oposisi dua-dua, (4) teknik ganti (subtitusi), (5) teknik perluasan (ekspansi) baik ke kanan maupun ke kiri, (teknik pelesapan), (7) teknik penyisipan, (8) teknik permutasi, dan (9) teknik parafrasaMetode analisis data ini merupakan upaya peneliti menangani langsung masalah yang terkandung pada data. Dalam menganalisis data penulis menggunakan metode metode cakap. Metode cakap yaitu berupa percakapan dan terjadi kontak antara penliti dan penutur selaku narasumber (Sudaryanto, 1993:137).

8. MetodePenyajian Hasil Analisis Data

Metode penyajian analisis data menggunakan metode deskriptif, formal dan informal. Metode diskriptif merupakan metode yang semata-mata hanya berdasarkan pada fakta-fakta yang ada atau fenomena-fenomena secara empiris hidup pada penutur-penuturnya (Sudaryanto, 1993: 62).
Metode informal yaitu metode penyajian hasil analisis data yang menggunakan kata-kata yang sederhana agar mudah dipahami. Analisis metode informal dalam penelitian ini agar dapat mempermudah pemahaman terhadap setiap hasil penelitian. Metode formal yaitu metode penelitian data dengan menggunakan dokumen tentang data yang dipergunakan sebagai lampiran.
IV. PEMBAHASAN
A. Struktur Bahasa Dialek Banten Lor / Jaseng (Jawa Serang)
1. Fonologi
Berdasarkan temuan data yang terkumpul, terdapat  24 macam  fonem bahasa Jawa dialek Banten Lor (Jaseng). Dari 24 fonem tersebut dibagi menjadi dua jenis yaitu vocal dan konsonan.
Vokal
Ditemukan ada 6 macam vocal dari 24 fonem, yaitu /a/, /i/, /u/, /e/, /O/, /ə/. Vocal tersebut seperti berikut ini.
VocalVocal BandinganPasangan Minimum
/a//e/laka ‘titian’
lake ‘bokek/sepi’
/i//a/maring ‘memberi’
marang ‘kepada’
/u//i/iku‘itu’
iki ‘ini’
/e//a/mrene ‘kemari’
mraka ‘kesna’
/O//u/toko ‘ toko’
tuku ‘membeli’
/ə//a/gering ‘sakit’
garing tiak’ kering’
Konsonan
Terdapat 18 jenis konsonan dari 24 fonem yaitu, /b/, /p/, /t/, /d/,/g/, /k/, /n/, /j/, /c/, /s/, /h/, /r/, /l/, /m/, /ň/, /n/, /w/ /y/.
KonsonanKonsonan PembandingPasangan Minimum
/b//s/bapa ‘bapak’
Sapa ‘siapa’
/p//m/pules ‘pulas’
mules ‘mulas’
/t//n/tari ‘menari’
nari ‘menawari’
/d//m/dawa ‘panjang’
mawa ‘murup’
/g//m/gelar ‘mengelar’
melar ‘melar’
/k//s/kari ‘akhir’
sari ‘sari’
/n//l/nalen ‘menali’
lalen ‘lupa’
/j//s/jeger ‘preman’
seger ‘segar’
/c//m/cenang ‘ikan kecil’
menang ‘menang
/s//k/adus ‘mandi’
Aduk ‘mengaduk’
/h//d/pahang ‘hambar’
padang ‘terang’
/r//s/iris ‘memotong’
isis ‘sejuk’
/l//h/lempit ‘melipat’
sempit ‘sempit’
/m//c/menang ‘menang’
cenang ‘ikan kecil
/ň//ŋ/nyusul ‘menyusul’
ngusul ‘usulan’
/n//w/nadah ‘penadah’
wadah ‘ wadah/tempat’
/w/ /n/wadah ‘ wadah/tempat’nadah ‘penadah’
/y//m/mlayu ‘berlari’mlamun ‘melamun’
Konsonan RangkapContoh
/gl/glopok ‘banyak tingkah’
/gk/ cengkir ‘bakal kelapa’
/gr/grintol ‘bunga melinjo’
/nd/seselandung ‘kesandung’
/nj/manjing ‘masuk’
/nt/ngebontasi ‘bantu’
/nc/gancang ‘cepat’
/ng/ngaup ‘ berteduh’
/ny/nyembelit ‘menyembelih’
/ml/mlodong ‘luka pada lidah’
/mp/nampeng ‘mengais-ngais’
/mb/mbojek ‘pojokan’
/mr/mrene ‘kesini’
/br/bribing ‘berisik’
/bl/blepotan ‘berlumuran’
/st/cestela‘pepaya’
/wr/wrata ‘ merata’
/tl/ketlimbeng ‘mondar-mandir’
/tr/trek ‘truk’
/pr/ngeprek ‘ mencari sisa panen’
/pl/aplusan ‘giliran’
/kl/klemen ‘mengapa’
/cr/cromot ‘blepotan’
/dr/drebe ‘punya’
/ngk/cangkolan ‘pengait’
/ngd/dangden ‘kerupuk ubi’
/ngg/ngeglati ‘mencari’
/ntr/santri ‘santri’
/mpr/semprong ‘bambu peniup api’
/mbl/ambles ‘ambls’
/mpl/semplek ‘patah’
/Gkr/jangkrik ‘seranga’
/Gkl/dedingklik ‘tempat duduk’
Distribusi Fonem
Vokal
Vocal posisi awalposisi tengahposisi akhir
/i/iwak ‘ikan’kiwe ‘kiri’nggati ‘mencari’
/e/encok’encok’mrene ‘kemari’kowe ‘kamu’
/a/aran ‘nama’sado ‘delmanbala ‘kotor’
/O/obrot ‘boros’gelopok ‘bercanda’ngaso ‘istirahat’
/u/ucul ‘lepas’ketulah ‘kualat’mlayu ‘lari’
/ə/endi ‘mana’lebu ‘debu’apaape (apə) ‘apa’
(pada daerah tertentu)
Konsonan
Posisi AwalPosisi TengahPosisi Akhir
/b/bribin ‘brisik’obah ‘bergerak ‘lalab ‘makas
/p/pahang ‘hambar’ blepotan ‘berlumuran’ngaup ‘berteduh’
/t/tari ‘menari’blepotan ‘berlumuran’ngumput ‘bersembunyi’
/d/dawa ‘panjang’padang ‘terang’bribed ‘brisik’
/g/gelar ‘mengelar’lelaga ‘bercanda’kemleng ‘lumpuh’
/k/kari ‘akhir’ngakal ‘licik’aduk ‘mengaduk’
/n/nalen ‘menali’cenang ‘ikan kecillalen ‘lupa’
/j/jeger ‘preman’aja ‘jangan’-
/c/cenang ‘ikan kecil’gancang ‘cepat’-
/s/sado ‘delman’isis ‘sejuk’adus ‘mandi’
/h/hawa ‘hawa’merhateaken ‘melihat’nadah ‘penadah’
/r/riung ‘selamatan’iris ‘memotong’neker ‘kelereng’
/l/lempit ‘melipat’ngebelaiaken ‘berbahaya’sikil ‘kaki’
/m/malang ‘melintang’ketlimbeng ‘bngung’ngelem ‘tengelam’
/ň/nyusul ‘menyusul’banyu ‘air’-
/G/ngeati ‘mencari’mangan ‘makan’pahang ‘hambar’
/w/ wadah ‘tempat’ciwit ‘nyubit’-
/y/yai ‘kakek’mlayu ‘berlari’rey ‘iring’
Konsonan Rangkap
Posisi AwalPosisi TengahPosisi Akhir
      /gl/glopok ‘banyak tingkah’joglo ‘gardu’-
/gk/-cengkir ‘bakal kelapa’-
      /gr/grintol ‘bunga melinjo’ngrasa ‘merasa’-
/nd/-keselandung ‘kesandung’-
/nj/-Manjing ‘masuk’-
/nt/-ngebontasi‘bantu’-
/nc/-gancang ‘cepat’-
      /ng/ngaup ‘ berteduh’gancang ‘cepat’meneng ‘berdiam’
      /ny/nyembelit ‘menyembelih’benyek ‘banyak air’-
      /ml/mlodong ‘luka pada lidah’kemleng ‘lumpuh’-
/mp/-nampeng ‘mengais-ngais’-
      /mb/mbojek ‘pojokan’mambu ‘bau’-
/mr/mrene ‘kesini’--
      /br/bribing ‘berisik’combro ‘kue singkong’-
      /bl/blepotan ‘berlumuran’sableng ‘kerupuk beras’-
/st/cestela‘pepaya’istri ‘istri’-
/wr/wrata ‘ merata’--
/tl/-ketimbeng ‘mondar-mandir’-
/tr/trakhir ‘akhir’istri ‘istri’-
      /pr/premen ‘bagaimana’ngeprek ‘ mencari sisa panen’-
/pl/nuplek ‘tumpah’
/kl/klemen ‘mengapa’--
/cr/cromot ‘blepotan’--
/dr/drebe ‘punya’--
/ngk/-cangkolan ‘pengait’-
/ngd/-dangden ‘kerupuk ubi’-
      /ngg/nggeglati ‘mencari’ singgang ‘mencari sisa panenan’ -
/ntr/-santri ‘santri’-
/mpr/-semprong ‘alat peniup api’-
/mbl/-ambles ‘amblas’-
/mpl/-semplek ‘patah’-
/Gkr/-jangkrik ‘jangkrik/serangga’-
/Gkl/-dedengklik ‘tempat duduk’-
2. Morfologi
Morfem merupakan satuan bahasa yang mempunyai arti. Proses morfologis kebahasaan dialek banten lor (serang) antara lain:
1) Afiksasi
a. Prefiks
· {di-}
Prefiks (imbuhan) {di-} terdapat pada kata dipegaweni / digaweaken ‘dikerjakan’,diandalaken ‘diandalkan’, disigar ‘dibelah’, diwarahaken‘dikatakan’ yang berfungsisebagai penunjuk kata kerja pasif.
· {ke-}
Kebekaan ‘terlumuri’, ketlimbeng‘kebingungan’, prefik berfungsi sebagai penunjuk tidak disengaja (‘ter’).
kedelenge ‘kelihatannya’ berfungsi sebagi ‘dapat di-’.
Keketu ‘ketiga’ menunjukkan bilangan.
· {se-}
Sepuluh ‘sepuluh’ berarti satuan,; Sewidak‘enam puluh’ mempunyai implikasi satu, tapi jarang anatu tidak pernah dalam bentuk lain; sesuguh / sesorah ‘hidangan’ yang menunjukkan arti pada kata dasarnya.
· {nge-}, {ng-}, {N-}
Ngajak ‘ajak’, ngejukut ‘ambil’, ngeduruk ‘bakar, ngelamun ‘melamun/ bengong’ngomong ‘berbicara’, ngojae ‘berenenag’.
Banyu → mbanyoni ‘mengairi’; Tandur → nandur ‘menanam. Pada prefiks {N-} terjadi proses morfofonemis, yaitu konsonan awal berubah menjadi bunyi nasal yang homogenis ( /u/ → /o/; /t/ → /n/ , seperti pada contoh).
b. Infiks
Infik (sisipan) baru hanya di temukan {-um} pada kata tumeka 'sampai' yang kata dasarnya adalah teka. 
c. Sufiks (akiran)
· {-e}, {-ne}, ‘nya’
berit → berite ‘tikusnya’ ; mantang → mantange ‘ubinya’;
lebu→ lebune ‘debunya’, sufiks {-e} digunakan untuk kata-kata yang berakhiran konsonan.
genigenine ‘apinya’; watu→ watune ‘batunya’; ana→ anane ‘adanya’, sufiks {-ne} digunakan untuk kata-kata yang berakhiran vocal. Pada sufik {-ne} terjadi prosesmorfoalofonik, perubaha bunyi dari alofon yang berbeda dalam satu fonem. Missal ana [OnO] → anane [anane].
· {-aken}, {-kaken}, ‘-kan’
endah→ diendahaken ‘dibiarkan’; warah→ diwarahaken ‘dikatakan’;ngebelai→ ngebelaiaken ‘membahayakan’, sufiks {-aken} digunakan untuk kata-kata yang berakhiran konsonan.
gawe→ digawekaken ‘dikerjakan’, sufiks {-kaken} digunakan untuk kata-kata yang berakhiran vokal.
· {-i}, {-ni}, ‘-i’
sigar→ disigari ‘dibelahi’; ceker→ dicekeri ‘dicakari’; sebor→ disebori‘disirami’, {-i} dipakai uuntuk kata-kata yang berakhiran konsonan.
nyapu→ nyaponi ‘menyapu’; geni→ geneni ‘membekar’, banyu→ mbanyuni‘mengairi’,{-ni} untuk kata yang berakhiran vocal. Terjadi proses proses morfofonemis missal /i/→/e/ pada geni→ geneni, /u/→/o/ pada nyapu→ nyaponidan terjai proses morfoalofonik [u]→ [o] pada banyu [ banyu] →mbanyuni[mbanyOni].
· {-an}
Gawaan ‘bawaan’; acak-acakan ‘berantakan’; jorangan ‘bercanda’; awur-awuran‘berceceran’; rentengan ‘berderet’ dewekan ‘sendirian’; ayun-ayunan‘bergelantungan’; sempoyonngan ‘berjalan tak seimbang’; rangkulan ‘berpelukan’;ganjelan ‘ganjalan’; gentenan ‘giliran’; jamuan ‘hidangan’; aleman ‘manja’.
· {-en}, {-nen}, (-ən/, /-nən/)
tuku→ tukune ‘belilah’; ombe→ ombenen ‘minumlah’, sufiks {-nen} digunakan untuk kata yang berakhiran vocal tetapi ada yang berakhiran vocal dapat juga dengan sufik {-en} misalnya pada kata gawa→ gawanen/ gawaen‘bawalah’. Terjadi perubahan alofon
pangan→ pangane ‘makan’sufiks{-en} untuk kata yang berakhira konson dan terdapat bebera kata yang mengalami proses morfoalofonik. Misalnya:dari /I/→ /ə/ pada kata pileh [pilIh]→ pilehen[piləhen] ‘pilihlah’.
d. Konfiks
Konfik merupakan gabungan dari prefiks dan sufiks
· {ke-an}
kebekaan ‘berlumuran’,fungsi  menjadi satu dengan katadasarnya.
kehobian ‘kesukaan’ , membentuk kata benda.
ketibanan ‘tertimpa’, menyatakan dikenai.
kelingan ‘teringat’ , membentuk kata benda.
Kerajaan ‘kerajaan’ fungsi  menjadi satu dengan katadasarnya
· {pe-an}
            pelabuhan ‘pelabuhan’, berfungsi menyatakan tempat.
Pedamelan ‘pedalaman’, membentuk kata benda.
2) Reduplikasi
a. Reduplikasi Monoforfemis
· Dwilingga Salin Swara
mrana-mrene ‘kasana kamari’, tengak-tenggok ‘menoleh kanan kiri’, mondar-mandir ‘mondar-mandir’, mutar-muter ‘berkeliling’.
· Dwilingga tansalin swara
aling-aling ‘atap’ , bener-bener ‘sungguh-sungguh’, ngomel-ngomel ‘marah-marah’, mlayu-mlayu ‘berlarian’, kukur-kukur ‘menggaruk-garuk’.
· Dwipurwa
Jejeritan ‘menjerit-jerit’, gegedoh ‘endapan’. ngegeget ‘gigit’, gegenyal ‘kenyal’.
b. Reduplikasi Polimorfemis
· Yang Diulang Kata Seluruhnya
njerit-njerit ‘triak-triak’, ngegenak-ngegenak ‘memakai-makai).
· Yang Diulang kata dasarnya (Dwilingga Salin Swara)
goyal-goyolane ‘goyang-kanan kirinya.
· Yang Diulang kata dasarnya (Dwilingga tansalin Swara)
ayun-ayunan ‘bergelantungan’, ngeganceng-ganceng ‘terburu-buru’, awur-awuran ‘berceceran’, umpet-umpetan ‘petak umpet’.
· Yang Diulang kata dasarnya (Wipurwa)
gegancengan ‘terburu-buru’, geganduan ‘bergelantungan’.
3) Komposisi
Komposisi merupakan pengabungan dua kata menjadi satu pengertian.
a. Kata bilangan, Sewelas, (11), rolas(12), merupakan kata baru dari dua bilangan dengan perunbahan salah satu unsurnya.
b. Nampeng galeng ‘mengais’, berang warase ‘ceria’, kurung dedes ‘keranda,kayak kebekaan ‘berlumuran’.
3. Struktur Frasa
1) Frasa Endosentris
Frase endosentrs  merupakan satuan konstruksi frase itu berdistribusi dan berfungsi sama dengan salah satu angota pembentuknya.
a. Fasa Endosentris yang Atributif
Frase endosentris yang atibutif merupakan frase yang mempunyai fungsi yang sama dengan salah satu unsur langsungnyadengan.
Ulo kobra ‘ular kobra, kata benda berstruktur diterangkan menerangkan (DM).
Lobang banyu ‘lubang air’, merupakan frase benda (DM). 
Pang garing ‘batang kayu kering’, merupakan frase benda (DM)
Lungga gancang ‘pergi cepat’, merupakan grase sifat.
Mbangun omah ‘membangun omag’ kata benda .
Ngejaluk ijin ‘minta ijin’ kata sifat.
Rada adoh ‘agak jauh’, frase sifat.
b. Fasa Endosentris yang Kordinatif
Fasa endosentris yang kordinatif merupakan frase yang fungsinya sama dengan setiap unsure langsungnya.
Enom tuo ‘muda tua’ merupakan frase benda.
Lanang wadon ‘laki-laki perempuan, merupakan frase benda.
c. Fasa Endosentris yang Apositif
Fasa endosentris yang apositif merupakan frase yang mempunyai fungsi yang sama dengan semua unsure langsungnya.
Ora barang patek adoh  kita ‘Tidak juga agak jauh kita’.
2) Frasa Eksosentris
Frase eksosentris merupakan sebuah satuan kontruksi frase yang tidak berperilaku sintaksis sama dengan salah satu anggota pembentuknya.
a. Frase Eksosentris yang Direktif
Frase eksosentris yang direktif terdiri dari penanda dan kata benda sehingga merupakan frase penanda.
ning kene ‘di sini’, ning ngendikan ‘diomongin’, ning pontang‘di pontang, ning bogor ‘dibogor’, ning cibungursaking adoh ‘dari jauh’,sing terkenal ‘yang terkenal’, sing sejen liyane ‘yang beda dari ini’.
b. Frase Eksosentris yang konektif dan predikatif
Frase eksosentris yang konektif dan predikatif merupakan frase yang fungsinya predikat dalam suatu klausa.
Rongatuseket (turon wong papat enak)‘dua ratus lima puluh (tidur orang empat enak)’ ,Telung puluh lima (murah), ‘tigapuluh lima (murah), termasuk frase numeral.
(Yen ana pontang) sing terkenal Tirtayasa‘(kalau di pontang) yang terkenal tirtayasa, frase penanda.
(Ana anak kuliah), ana Jogja(ada anak kuliah, di jogja); (Semestine )kabupaten Serang Timur( ikikan) Titayasa‘ (sebenarnya) kabupaten serang timur (ini) tirtayasa, Frase keterangan.
(PNS tetep wae) ngomonge bahasa alus(PNS tetep saja) bahasanya halus, frase sifat.
(Namung minggu ma )motor nganggur‘(hanya minggu sih) motor nganggur’
Dijajal (temene wis ana batrene)‘Dicoba (kalau udah ada batrenya)’, frase kerja.
4. Struktur Klausa
1) Struktur frase Nominal (FN) Frase Verba (FV)
                       Abahe durungs mangkat dagang‘ayahnya belum berangkat berdagang’
2) Struktur frase Nominal (FN) Frase Nomina (FN)
     Kalau ning kene dudu preman, jenger.‘Kalau disini bukan preman, jenger
3) Struktur frase Nominal (FN) Frase Ajektif (FAj)
     Aja ngedeleng bae pada di pangan ‘jangan melihat saja pada dimakan’
4) Struktur frase Nominal (FN) Frase Adverba (FAdv)
    Ngegenceng-genceng temen ana apa?‘buru-buru amat ada apa?’
5) Struktur frase Nominal (FN) Frase Preposisi (FPrep)
    Anakku aku sekolahke ning ST ‘anakku saya sekolahkan di STM’
6) Struktur frase Nominal (FN) Frase Numeral (FNu)
    Temenan oleh nyilih sedina bae ‘bener boleh pinjam sehari saja’
5. Struktur Kalimat
1) Kalimat Tunggal
Ana ngomah dewe ora ana temene. ‘di rumah sendiri tidak anda temanya.’
2) Kalimat Majemuk Koordinatif
 Aja ngedeleng bae pada di pangan.‘jangan melihat saja pada dimakan’
3) Kalimat Subordinatif
 Angkot ning keni mah ora ana karyawan pabrik, ora ana penumpang‘angkot disini tidak ada karyawan pabrik tidak, ada penumpangnya’
4) Kalimat Majemuk Koordinatif Subordinatif
 Ana anak kuliah, ana Jogja bali mrene bangsa limang tahun megawe, deweke wis sukses mbangun omah saiki manjinge ning bogor.‘Ada anak kuliah, di Jogja kembali kesini sekitar lima tahun bekerja, dia sudah suksek membangun rumah sekarang berada di bogor’
B. Perbandingan dialek Banten lorantara titik pengamatan (TP) yang satu dengan yang lainnya dan bahasa Jawa standar Surakarta
Keterangan:
TP 1  : Cilegon
TP 2  : Merak
TP 3  : Anyer
TP 4  : Serang
TP 5  : Kramat watu
TP 6  : Pontang
TP 7  : Ciruas
TP 8  : Kragilan


PENUTUP

Salah satu bahasa di propinsi Banten adalah bahasa Jawa (sejarah), dari bahasa Jawa yang ada di wilayah berbeda dimungkinkan adanya perbedaan. Penelitian ini membahas struktur bahasa Jawa Dalek Banten (Serang) untuk menentukan struktur bahasa dan wilayah pemetaan bahasa Jawa Banten. Metode pengumpulan data dengan teknik simak dan questioner, dilanjutkan dengan teknik rekam dan teknik catat. Untuk analisis mengunakan metode padan dan metode agih.


Dari hasil penelitian menemukan 24 fonem, di bagi menjadi dua jenis vocal dan konsumen, Voval ditemukan ada 6 macam vocal yaitu /a/, /i/, /u/, /e/, /O/, /ə/. Konsonan ada 18 jenis yaitu, /b/, /p/, /t/, /d/, /g/, /k/, /n/, /j/, /c/, /s/, /h/, /r/, /l/, /m/, /ň/, /n/, /w/, dan /y/. 


Proses morfologi berupa afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Terdapat afiks (1)nge, ng, dan N-; (2) d-i; (3) ke-; (4) se-; (5) pe-, untuk sufiks ditemukan (1) –e,-ne; (2)-aken, -kaken; (3)-i, -ni, (4)-an, (5)-en, -nen, dan (6) –a. Konfik ke-an dan pe-an.

Reduplikasi berupa (1) dwilingga slin swara, (2) dwilingga tansan swara, dan (3) dwipurwa. Tipe frase yang ada adalah frse endosentris yang (1)atributif, (2) koordinatif, (3)aposatif. Sedangkan frase eksosentris yang (1) direktif, (2) konektif dan predikatif. Klausa pada dasarnya terdiri dari Subjek dan predikat , struktur klausa  berupa frase, verba, ajektifa, adveb, keterangan, preposisi, dan numeral. Untuk kalimat terdapat du jenis yaitu kalimat tunggal dan majemuk. Kalimat majemuk dibagi menjadi kalimat majemuk kooardinatif, subordinatif, dan gabungan keduanya.

Metode pengumpulan data dengan teknik simak dan questioner, dilanjutkan dengan teknik rekam dan teknik catat. Untuk analisis mengunakan metode padan dan metode agih.


Dari hasil penelitian menemukan 24 fonem, dibagi menjadi dua jenis yaitu vocal dan konsonan, Vokal ditemukan ada 6 macam vocal yaitu /a/, /i/, /u/, /e/, /O/, /ə/. 

Konsonan ada 18 jenis yaitu, /b/, /p/, /t/, /d/,/g/, /k/, /n/, /j/, /c/, /s/, /h/, /r/, /l/, /m/, /ň/, /n/, /w/ /y/. Proses morfologi berupa afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Terdapat afiks (1)nge, ng, dan N-; (2) d-i; (3) ke-; (4) se-; (5) pe-, untuk sufiks ditemukan (1) –e,-ne; (2)-aken, -kaken; (3)-i, -ni, (4)-an, (5)-en, -nen, dan (6) –a. Konfik ke-an dan pe-an.

Reduplikasi berupa (1) dwilingga salin swara, (2) dwilingga tansan swara, dan (3) dwipurwa. Tipe frase yang ada adalah frse endosentris yang (1)atributif, (2) koordinatif, (3)aposatif. Sedangkan frase eksosentris yang (1) direktif, (2) konektif dan predikatif. Klausa pada dasarnya terdiri dari Subjek dan predikat , struktur klausa  berupa frase, verba, ajektifa, adveb, keterangan, preposisi, dan numeral. Untuk kalimat terdapat du jenis yaitu kalimat tunggal dan majemuk. Kalimat majemuk dibagi menjadi kalimat majemuk kooardinatif, subordinatif, dan gabungan keduanya.

Untuk perkembangan bahasa Jawa dialek banten mencakup wilayah di sekitar Serang besar (Kragilan, Cikande, Walantara, Ciruas, Carenang, Tirtayasa, Pontang, Waringin Kurung, Kramat Watu, Kasemen, Taktakan, Serang, Cinangka, Mancak Anyer, Pulo Merak, Bojonegoro dan Cilegon). Untuk wilayah berbatasan dengan penguna bahasa sunda lebih banyak megguunakan bahasa campuran atau bahasanasional.


Blog, Updated at: 10:29 AM

0 komentar:

Popular Posts

Recent

Powered by Blogger.

Followers